Oase Pengetahuan untuk menghilangkan dahaga spiritual para pencari "Kebenaran".

Lelaki Miskin Itu Adalah Ayahku

9:00 AM Posted by Almin Jawad Moerteza No comments

SELAIN meninggalkan wahyu Ilahi sebagai pedoman hidup, Nabi Sawa juga mewasiatkan contoh teladan bagi umatnya. "Aku tinggalkan untuk kalian dua pusaka, wahyu Ilahi yang hikmahnya membentang dari langit hingga ke bumi dan itrah-ahlul bayitku. Barang siapa yang berpegang kepada keduanya, ia tidak akan sesat sepeninggalku", demikian sabda Nabi kepada jamaah kaum muslimin disaat-saat kritis di atas pemabaringannya.

Dengan hadis itu, kaum muslimin telah memberikan perhatian yang besar kepada al quran, wahyu Ilahi yang hikmahnya memancar dari langit hingga ke bumi. Akan tetapi, sebagian besar kaum muslimin masih mengabaikan pusaka yang kedua dari Nabi: itrah ahlul baitnya. Padahal, pada diri merekalah itu Nabi mewariskan contoh teladannya.

Berikut adalah sepenggal kisah dari ahlul bait Nabi Sawa yang ditinggalkannya sebagai pusaka umatnya.

Di antara kebiasaan ahlul bait Nabi Sawa adalah membuka pintu rumahnya bagi siapa saja hamba Allah Swt yang membutuhkan uluran tangan. Zaman itu, di Madinah, belum ada tempat persinggahan semacam penginapan atau hotel bagi mereka yang bepergian jauh.

Hari itu, seperti hari-hari kemarin, Imam Hasan sa menyembelih seekor onta kecil untuk dihidangkan kepada para peziarah Madinah atau orang-orang miskin pada umumnya.

Seorang Arab Badui (dusun) datang berkunjung ke rumah Imam. Setelah makan, Arab Badui itu duduk sejenak sambil memasukkan makanan ke dalam tas bawaannya.

Melihat itu, Imam Hasan sa menghampirinya kemudian berkata, "Mengapa engkau mesti membungkus? Bukankah akan lebih baik jika engkau datang makan setiap pagi, siang dan malam di sini? Dengan begitu makananmu selalu dalam keadaan segar".

Orang Badui menjawab, "Oh ini bukan untukku. Tadi, dalam perjalanan ke sini, aku berjumpa dengan seorang yang tua dan papa di pinggiran jalan kebun kurma. Wajahnya lusuh dan tangannya memegang sepotong roti keras. Untuk memakannya, ia harus membasahi roti itu dengan sedikit air garam. Aku membungkus makanan ini untuknya. Aku ingin dia juga mencicipi makanan segar seperti yang kau hidangkan untukku".

Mendengar itu, Imam Hasan tak kuasa menahan haru. Tangisannya pecah. Air matanya tak terbendung menetes membasahi janggutnya.

Arab Badui itu heran. Matanya pun berkaca. Ia bertanya, "Mengapa tuan menangis? Bukankah tak ada yang salah jika aku berkenan memberi makan lelaki miskin pinggiran kota itu?"

Dengan wajah yang menengadah ke langit. Imam Hasan sa bertanya, "Saudaraku, tahukah engkau siapa lelaki itu?" "Tidak", jawab Arab Badui itu. "Ketahuilah, kata Imam, "lelaki miskin dengan roti keras yang kau jumpai itu adalah ayahku, Ali bin Abi Thalib. Dan dengan kerja kerasnya di ladang kurma itulah aku bisa menjamu semua orang setiap hari di rumah ini".

0 comments:

Post a Comment