Oase Pengetahuan untuk menghilangkan dahaga spiritual para pencari "Kebenaran".

Shaum: Madrasah Spiritual

10:14 AM Posted by Almin Jawad Moerteza No comments

“We are not human being having spiritual experience, we are spiritual being having human experience”. Teilhard de Chardin


Dr. Benjamin Elijah Mays bersama John F. Kenedy.
Puluhan tahun silam, Dr. Benjamin E. Mays, Rektor Morehouse College, Georgia, menyentakkan puluhan rektor universitas Amerika yang sedang berkumpul dalam satu konfrensi di Universitas Michigan dengan esainya tentang “Manusia dan Pengetahuan”. Dalam pidatonya, ia berkata, “Kita memiliki orang-orang terdidik jauh lebih banyak sepanjang sejarah. Kita juga memiliki lulusan-lulusan perguruan tinggi yang lebih banyak. Namun, kemanusiaan kita adalah kemanusiaan yang berpenyakit…. Bukan pengetahuan yang kita butuhkan; kita sudah punya pengetahuan. Kemanusiaan sedang membutuhkan sesuatu yang spiritual”.

Bukan para rektor saja yang tersentak, kita juga bahkan bingung setelah menemukan kenyataan bahwa pendidikan kita telah mencerabut akar ruhaniah kemanusiaan kita. Slogan pendidikan sebagai wadah “untuk memanusiakan manusia” hanyalah kamuflase perguruan tinggi untuk tetap menjalankan praktek-praktek dehumanisasinya. Pendidikan kita telah mengubah “manusia menjadi serigala bagi manusia yang lain”. Karena itu, pendidikan kita hanya melahirkan manusia mesin yang jauh lebih berbahaya dari zombie seperti yang tampak pada si genius Theodore John Koczynski, si genius ahli matematika yang dijuluki unabom. Dengan bom buatan tangannya sendiri, dia membunuh banyak orang dan merancang teror bom selama 17 tahun.
Maut dan teror yang diterbarkannya selama puluhan tahun tidak sebanding dengan kegeniusannya. Kehebatannya di bidang matematika tidak membawanya pada keluruhan budi pekerti bahkan memalingkannya dari kemanusiaan. Ted memiliki cacat dalam membangun hubungan sosial dengan orang lain. Ted adalah “orang pintar yang jahat”. Sedikit mirip dengan seorang pejabat yang melihat kumpulan rakyat kecil sebagai angka yang dapat dikalikan dengan satuan biaya dan menghasilkan proyek milayaran rupiah. 

Teriakan yang senada juga datang dari Thomas Merton, penulis Mysticism in the Nuclear Age. “Anda tidak bisa meyelamatkan dunia hanya dengan sebuah sistem”, katanya, “Anda tidak dapat meraih kedamaian tanpa kedermawanan. Anda tidak bisa mendapatkan keteraturan sosial tanpa orang-orang suci, kaum mistis dan para nabi. Tidak ada satu sistem, teori, ideologi atau apa pun namanya yang dapat menyelamatkan dunia dari krisis. Kita memerlukan orang-orang suci yang dengan sinar ruhaniahnya memancarkan kasih-sayang dan menerangi kegelapan. Lebih rabun pandangan, lebih banyak sinar diperlukan. Dunia sekarang lebih memerlukan kehadiran seorang manusia suci dari pada seribu “manusia nalar”. 

Manusia nalar adalah manusia yang tidak utuh; manusia yang berpikir logis tetapi berhati kering. Dia adalah sarjana yang meraksasa dalam teknik tetapi merayap dalam etik.  Ilmunya mungkin dapat menggapai angkasa tetapi hatinya diperbudak ketamakan, kerakusan, kedengkian, iri hati, kebencian, kegersangan emosi dan penipuan. Keterampilannya tidak saja mampu menghipnotis massa dalam jumlah banyak tetapi juga dapat menggerakkan gunung-gunung tetapi tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri. 

Untuk itu diperlukan manusai suci, manusia yang utuh. Manusia yang jasmaniah dan ruhaniah sekaligus. Untuk menciptakan manusia suci, diperlukan ketakwaan. Di dalam Islam, manusia suci disebut manusia takwa. Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran bagi mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa (QS. Yunus [10]:62-63). Manusia takwa adalah wali-wali Allah yang semula mati kemudian Kami hidupkan dan Kami beri cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia berjalan ditengah-tengah masyarakat manusia (QS. Al-An ‘aam [6]:122). Dengan cahaya yang dikaruniakan Allah kepadanya, manusia suci itu terbang melambung ke langit spiritual kemudian menukik turun ke bumi sosial dan menyirami manusia lain dengan hujan kasih-sayangnya. “Manusia suci itu bak halilintar yang membelah langit sementara yang lainnya hanya menunggu dia seperti kayu bakar”, ujar Thomas Carlyle.

Manusia takwa adalah manusia dengan “antena canggih” yang mampu menangkap gelombang panjang dan juga gelombang pendek. Jasadnya membumi di dunia material tetapi ruhnya menyatu dengan dunia spiritual. Ia mampu berhubungan dengan alam sosial dan juga dapat berdialog dengan alam malakut. Sehingga, ia tidak saja mampu menangkap hukum-hukum alam dibalik gejala-gejala fisik yang diamatinya, tetapi ia juga mampu menyadap isyarat-isyarat gaib dari alam yang lebih tinggi. 

Sebagaimana diperlukan sekolah untuk mendidik manusia-manusia intelektual, maka diperlukan pula madrasah spiritual untuk menghasilkan manusia-manusia takwa. Madrasah spiritual itu adalah shaum. Dengan puasa, seorang sarjana tidak saja mampu melihat keteraturan di alam semesta, tetapi juga mampu menyimak Sang Pencipta di balik semua keteraturan itu. Seorang dokter tidak hanya dapat melihat gejala-gejala penyakit pasiennya, tetapi juga mampu melihat sentuhan kemanusiaan di dalamnya; sehingga pasien tidak dipandang sebagai sebongkah tubuh semata-mata yang dapat dikalikan dengan ribuan rupiah biaya periksa. Maka, wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa seperti diwajibkan pada umat sebelum kamu supaya kamu semua menjadi orang-orang yang bertakwa (QS. Al-Baqarah [2]:183).[]


0 comments:

Post a Comment