Oase Pengetahuan untuk menghilangkan dahaga spiritual para pencari "Kebenaran".

Nasruddin Hoja; Pendidik Sufi Ahli Humoris

8:52 AM Posted by Almin Jawad Moerteza No comments
Selalu saja ada kisah menawan dari para Sufi. Sebut saja Nasruddin Hoja. Namanya abadi, bukan saja karena ia seorang pendidik sufi, yang mengekspresikan keanehan tingkahnya sendiri. Nasruddin juga humoris kondang karena kemampuannya yang luar biasa untuk mengungkapkan pengetahuannya dalam bahasa guyon, jenaka, yang tidak saja mengundang gelak tawa tapi juga mengajak kita berpikir. Karena perilakunya yang aneh dan tingkahnya yang humoris, para penulis merekam kehidupan Nasruddin menjadi suatu bentuk cerita jenaka dengan gaya bebas, prosa, prosa liris, atau gabungan dari semuanya. Dengan kepiawaiannya melucu, Nasruddin membahagiakan kita. Nasruddin mengikis kecemasan dan kegelisahan dalam diri. Sehingga, hal-hal yang sulit menjadi begitu sederhana.

Para psikolog dan pakar kecerdasan majemuk sependapat bahwa memiliki sense of humor yang tinggi merupakan salah satu ciri orang yang memiliki kecerdasan spiritual. Sense of humor yang tinggi menunjukkan keadaan emosi positif seseorang. Biasanya mereka yang memiliki emosi positif menikmati hidup secara lebih penuh (enjoy life more fully) dan mampu mengembalikan keceriaan di masa kanak-kanaknya dahulu. Mereka juga memandang dunia penuh dengan kebaikan. Seperti kanak-kanak, hidup mereka santai dan dipenuhi canda dan tawa. Karena itu, humor menjadi satu bentuk kecerdasan yang tampaknya belum di beri nama sejauh ini, saya menyebutnya happiness skill.

Dalam ilmu kedokteran, tertawa ternyata dapat menaikkan system kekebalan tubuh (body immune system), menekan depresi dan mencegah kita dari penyakit jantung koroner (coronary artery disease). Dengan cerita humor dari Mulla Nasruddin, saya ingin berbagi kebahagiaan dengan anda. Karena hanya orang-orang bahagia yang dapat membahagiakan orang lain.

Simaklah cerita pertama: Setelah melewati perjalanan panjang, Nasruddin tiba di kota. Seorang Hakim datang mendekatinya. Ia mengajak Nasruddin berbincang-bincang. Hakim kota, seperti umumnya cendekiawan masa itu, sering menunjukkan kecerdasannya. Hakim memulai, "Seandainya saja, setiap orang mau mematuhi hukum dan etika, ..."

Nasrudin langsung menukas, "Bukan manusia yang harus mematuhi hukum, tetapi justru hukumlah yang harus disesuaikan dengan kemanusiaan." Hakim mencoba bertaktik, "Tapi coba kita lihat cendekiawan seperti Anda. Kalau Anda memiliki pilihan: kekayaan atau kebijaksanaan, mana yang akan dipilih?" Nasrudin menjawab seketika, "Tentu, saya memilih kekayaan." Hakim membalas sinis, "Memalukan. Anda adalah cendekiawan yang diakui masyarakat. Dan Anda memilih kekayaan daripada kebijaksanaan?"

Nasrudin balik bertanya, "Kalau pilihan Anda sendiri?" Hakim menjawab tegas, "Tentu, saya memilih kebijaksanaan." Nasrudin menarik nafas dalam-dalam seraya berkata, "Terbukti, semua orang memilih untuk memperoleh apa yang belum dimilikinya."

Pada kisah berikutnya, Nasruddin ingin menjelaskan makna konsisten. Bahwa konsisten tidaklah dipahami kaku, seperti diam dan tidak bergerak. Maka simaklah kisah berikut ini:

Seorang darwis ingin belajar tentang kebijaksanaan hidup dari Nasrudin. Nasrudin bersedia, dengan catatan bahwa kebijaksanaan hanya bisa dipelajari dengan praktek. Darwis itu pun bersedia menemani Nasrudin dan melihat perilakunya. Malam itu Nasrudin menggosok kayu membuat api. Api kecil itu ditiup-tiupnya. "Mengapa api itu kau tiup?" tanya sang darwis. "Agar lebih panas dan lebih besar apinya," jawab Nasrudin.

Setelah api besar, Nasrudin memasak sop. Setelah sopnya masak, Nasrudin menuangkannya ke dalam dua mangkok. Ia mengambil mangkoknya, kemudian meniup-niup sonya. "Mengapa sop itu kau tiup?" tanya sang darwis. "Agar lebih dingin dan enak dimakan," jawab Nasrudin. "Ah, aku rasa aku tidak jadi belajar darimu," ketus si darwis, "Engkau tidak bisa konsisten dengan pengetahuanmu."

Nasruddin kemudian bertanya. “Berapa usiamu?”. “Empat puluh tahun”, jawab sang Darwis. Darwis penasaran, lalu ia balik bertanya, "Berapa umurmu, Nasrudin?". "Empat puluh tahun." "Tapi beberapa tahun yang lalu, kau menyebut angka yang sama." "Aku konsisten", jawab Nasruddin enteng.
Jika Anda ingin mengenal diri Anda, sebelum dapat mengenal Tuhan, ikutilah jawaban Nasruddin dalam kisah terakhir di bawah ini:

Alkisah, Nasrudin sedang merenungi harmoni alam, dan kebesaran Penciptanya. "Oh kasih yang agung. Seluruh diriku terselimuti oleh-Mu. Segala yang tampak oleh mataku. Tampak seperti wujud-Mu."

Mendengar untaian puisi yang dilantunkannya, seseorang bertanya, "Bagaimana jika ada orang jelek dan dungu lewat di depan matamu?" Nasrudin berbalik, menatapnya, dan berkata, "Tampak seperti wujudmu."(*)

0 comments:

Post a Comment