Oase Pengetahuan untuk menghilangkan dahaga spiritual para pencari "Kebenaran".

Kawanmu Cermin Jiwamu

2:35 AM Posted by Almin Jawad Moerteza No comments
Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab [33]:21).

Seperti apa kawanmu, seperti itulah jiwamu.
Dalam perjalanan mengarungi sahara spiritual, selain kekuatan akal, bimbingan guru sangat dibutuhkan. Disamping mengantarkan kita pada kesempurnaan, guru juga membantu kita menemukan siapa diri kita. Karena itu, guru membentuk kepribadian kita. Selain guru, yang paling banyak mempengaruhi perilaku kita adalah orang-orang di sekitar kita. Sahabat, kawan sepermainan, teman sejawat dan kekasih kita atau apa saja yang kita cintai, mereka semua pernah menabur benih pada ladang kepribadian ktia. Untuk itu, para arif berpesan agar kita tidak berkawan dengan sembarang orang. “Kawanmu cerminan jiwamu”, kata para arif, “jika kau berteman dengan si jahil maka kau adalah si bodoh tanpa tuan”.

Sayangnya, dalam perjalanan meniti jembatan menuju cahaya kita asyik bermain, kita sibuk memilih “kawan” yang bermacam-macam: Kekayaan, kekuasaan, kemasyhuran, atau sebutlah apa saja yang Anda ingat. Kita lupa bahwa ada kawan lain yang jauh lebih agung dan sempurna. Pada bulan Ramadhan Tuhan mempersiapkan jamuan-Nya dan Anda diundang untuk menjadi tamu-Nya. Ia ingin agar Anda menjadikan Dia saja sebagai kawan untuk menemani hari dan malam-malam Ramadhan Anda. Tuhan memang pecemburu. Ia hanya tidak ingin Anda jatuh pada kubang lumpur kehinaan yang Anda gali sendiri. Setiap kali kita jatuh, setiap kali itu pula Tuhan memanggil kita. Di saat itulah, Tuhan memanggil kita dengan mesra, “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Az-Zumar [39]:10). Dalam keadaan macam apa pun, Tuhan selalu saja mengingatkan kita bahwa Dia sajalah dan RasulNya yang layak jadi kawan dalam perjalanan menuju perjamuanNya.

Menurut para filosof, jiwa kita laksana cermin. Ia menampakkan apa yang datang berdiri di hadapannya dan pergi membelakanginya. Jika si jahat datang dan si bijak pergi, tampaklah keburukan. Jika sang arif menghampiri dan si jahil menghindar terpancarlah kebaikan. “Berhati-hatilah dalam berkawan”, kata Rumi, “dan perhatikan siapa yang menjauhimu karena dia akan menunjukan pada dirimu siapa kamu yang sesungguhnya”.

Bayangkan, selama ini kita berkawan dengan benda-benda mati. Pantaslah jiwa kita tidak saja menjadi beku, ia juga hampir mati. Mungkin sudah, jika jiwa kita tidak dapat lagi dicairkan dengan sentuhan keruhanian yang dapat meningkatkan kualitas hidup kita. Ramadhan menjadi bulan yang tiada beda dengan bulan lain. Siang harinya kita isi dengan tidur dan malamnya kita terbuai dengan berbagai macam hiburan yang dijejalkan TV kepada kita. Kenapa demikian? “Karena antara kita dan dia ada kedekatan”, kata Rumi.

Simaklah sekali lagi nasehat dari cerita yang disuguhkan Rumi kepada kita dalam perjamuan di meja makan ruhaniah : Ketika Si Gila Tersenyum Padamu. Galen, sang dokter agung itu menyuruh salah seorang asistennya untuk memberinya suatu obat. “Tuan Guru, obat itu untuk orang gila. Tuan sangat tidak memerlukannya!” Galen berkata, “Kemarin seorang gila menoleh kepadaku dan tersenyum. Ia mengangkat alisnya ke atas ke bawah. Ia memegang lengan bajuku. Ia tak mungkin berlaku begitu jika tidak melihat pada diriku sesuatu yang cocok dengannya.” Siapa saja yang merasa tertarik kepada orang lain, betapa pun singkatnya, pastilah memiliki satu kesadaran yang sama. Hanya di kuburan makhluk yang tidak sama bersahabat.

Seorang bijak pernah berkata, “Kulihat bangau dan elang terbang bersama. Aku tak paham. Lalu aku selidiki. Ternyata mereka memiliki hal yang sama. Keduanya pincang.” Ada sebabnya mengapa kumbang meninggalkan bunga mawar. Ia tidak tahan dengan semua keindahan di dalamnya. Ia ingin hidup di atas kotoran yang busuk, bukan bersama burung bulbul dan bunga-bunga. Perhatikan siapa yang menghindarimu. Itu juga akan mengungkapkan sifat batiniahmu. Tanda keabadian pada Adam bukan hanya karena para malaikat sujud kepadanya, tetapi juga karena setan menolak patuh. (Matsnawi II:2095-2105, 2112-2123)

Orang Perancis berkata, “Diz moi est-ce que tu manges, et je te dirai est-ce que tu es” (Katakan kepadaku apa yang kamu makan, aku akan mengatakan kepada Anda siapa Anda). Di sini saya ingin mengatakan, “Katakan kepadaku apa yang jadi kawanmu, aku akan mengatakan kepada Anda siapa Anda”. Bila Anda berkawan dengan bukan dunia, maka Anda adalah Ali yang mentalak tiga dunia.(*)

0 comments:

Post a Comment